UTS Kepemimpinan
2. A. Alasan
Kepemimpinan dapat lebih efektiv dengan modifikasi factor situasional
Alasan
mengapa faktor situasi dapat mempengaruhi perkembangan dari seorang pemimpin
merupakan bentuk dari pengaruh yang diakibatkan oleh faktor situasional. Ini
kemudian berkembang pada bagaimana reaksi kita pada kejadian dan suatu hal yang
terjadi pada setiap interaksi seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Setiap
orang yang memiliki ciri khasnya dalam mempengaruhi ataupun nanti dalam
kepemimpinannya merupakan bentuk dari sebuah kepribadian setiap orang dan
kemudian ini terbentuk berdasarkan kepribadian. Namun meskipun setiap individu
memiliki kepribadian masing – masing kepribadian tetap masih terpengaruh dan
pembentukan pribadi tersebut akibat adanya pengaruh dari lingkungan sekitar.
Dalam
perkembangannya situasional ini merupakan bentuk gaya kepemimpinan yang
nantinya akan menjadi seorang yang efektif dan luwes untuk adaptasi dengan
perbedaan diantara bawahan dan situasi. Misal dalam situasi situasional ini
dapat berkembang seperti setiap organisasi maupun setiap lingkungan akan
memiliki ciri sendiri dan mempunyai hal uniknya sendiri, lingkungan yang
berbeda, watak setiap orangnya berbeda yang harus dihadapi. Ini menjadikan
sebuah kepemimpinan jika ditingkatkan melalui situasional menjadi seorang yang
luwes dan efektiv karena mampu beradaptasi dalam tiap lingkungannya.
Kemudian
ini juga diperkuat dengan adanya factor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan
yang telah dirumuskan oleh Robert l’annenbaum dan Warren H. Schmidt yang
menyatakan bahwa ada tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu gaya
kepemimpinan. Factor tersebut adalah 1. Faktor pemimpin itu sendiri
(pengalaman, latar belakang Pendidikan, pengetahuan tentang nilai yang
dianut). 2. Factor bawahan dan 3. Factor situasi (hal ini merupakan bentuk efek
keadaan yang muncul akibat lingkungan yang dihadapi oleh pemimpin tersebut)
jika situasi lingkungan berbeda akan berbeda pula penanganan sikap dan tingkah
laku kepemimpinan tersebut[1].
2. B. Faktor
Situasional yang harus dimodifikasi
Melihat
dari pernyataan Robert dan Warren mengatakan bahwa gaya kepemimpinan juga
terdapat faktor situasional yang kemudian ini berasal dari lingkungan,
lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan sosial maupun alam. Faktor situasi
ini merupakan suatu hal yang digapai oleh pemimpin tersebut yang kemudian
memberikan pengaruh dalam kepemimpinannya. Jika kemudian dilihat pada
peningkatan efektivitas kepemimpinan dalam faktor situasi ini ada pada diri
pemimpin itu sendiri yang utama. Mengapa pada diri pemimpin itu sendiri yang
utama karena setiap pemimpin yang akan menjalankan kepemimpinannya bersumber
pada diri sendiri dahulu dan ini juga diilhami oleh pernyataan Robert dan
Warren. Ini kemudian memaksa para pemimpin untuk pintar dan mudah beradaptasi,
ini kemudian akan membuat pemimpin mengerti bagaimana menguasai dan menghadapi
situasi yang akan dihadapi. Kemudian mengenai faktor situasi yang harus
ditingkatkan atau faktor yang menentukan seorang akan efektif menjadi pemeimpin
adalah:
1.
Hubungan
pemimpin – anggota yang mengacu pada suatu hal keyakinan, kepercayaan, rasa
hormat dari para pengikutnya terhadap pemimpin yang diikuti.
2.
Struktur
tugas, dimana pembagian dari operasi yang dijalankan setiap individu untuk
menyelesaikan tugas
3.
Kekuasaan
posisi.
2.C.
Contoh faktor situasional untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan
Pertama,
dalam hubungan pemimpin – anggota atau hubungan pemimpin dan pengikut dapat
dicontohkan dalam dunia politik yaitu seperti ketika Era melonjaknya nama Joko
Widodo dalam perkembangan politik Indonesia dengan gaya “blusukan” yang
kemudian ini menjadi suatu bentuk contoh faktor situasi yang dapat meningkatkan
efektivitas kepemimpinan, bahkan dalam pertarungan politik beliau selalu menang
sejak di Solo yang kemudian menjadi Walikota, kemudian menjadi Gubernur DKI
Jakarta, dan menjadi Presiden Republik Indonesia ke 7. Dari hal tersebut kita
mengetahui bahwa gaya situasinya saat itu merebut para pengikutnya dengan
hubungan dari pemimpin dan pengikutnya dekat dan kemudian berkembang pada suatu
hal kepercayaan, dan rasa hormat.
Kedua, pada struktur tugas jika pada
penempatan organisasi maupun lingkungan dapat dijadikan contoh bahwa ketika
menjalankan sebuah organisasi maupun pemerintahan memberikan sebuah struktur
tugas yang jelas yang kemudian hal itu menjadi sebuah efektif.
Ketiga, kekuasaan posisi ini pada
memberikan orang – orang yang ahli dalam bidang tersebut untuk membuat tiap
bidang yang ada pada organisasi berjalan dengan lancar dan tidak hanya berjalan
biasa tapi bisa lebih berkembang.
3.
Pelatihan kepemimpinan tidak selalu membuat manajer efektifitasnya
meningkat
Melihat
pada definisi kepemimpinan sendiri menurut Paul Hershey merupakan bentuk
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok ke arah
pencapaian tujuan organisasi[2]. Kemudian jika dikembangan
pada mengapa pelatihan kepemimpinan membuat manajer tidak selalu meningkat
dalam efektifitas kerjanya itu merupakan terdapat sebuah hal yang perlu
disadari. Pelatihan kepemimpinan merupakan sebuah bentuk program yang dibuat
untuk meningkatkan kualitas seseorang pemimpin tersebut. Pelatihan sendiri
merupakan bentuk dari sebuah hal miniatur ataupun sebuah hal yang sementara
yang kemudian itu belum tentu saja terjadi pada peristiwa tiap hari – harinya.
Dari hal tersebut kemudian dapat digambarkan ketika melihat pada pendekatan
situasional, pemimpin atau manajer tidak selalu efektif meningkat setelah
pelatihan kepemimpinan kembali pada faktor utama dari diri sendiri tiap pemimpin,
mudah adaptasi dan mudah memahami situasi lingkungan yang berkembang menjadi
suatu hal pendorong dari dalam diri. Kemudian merujuk pada hubungan pemimpin
dan pengikutnya itu menjadi sebuah yang perlu juga disorot, bisa saja hubungan
dengan pengikutnya renggang yang kemudian menjadi sebuah faktor tidak
meningkatkan sebuah efektifitas dari pelatihan kepemimpinan.
4.
Pengembangan interaksi yang positif dengan supervisor untuk menjadi
pemimpin yang efektif
Dalam
kegiatan sehari – hari manusia pasti akan melakukan interaksi, interaksi
tersebut juga kemudian pasti akan terjadi manajer dengan supervisor atau atasan
mereka yang kemudian hal tersebut dalam memberikan sebuah dampak dalam setiap
interaksinya. Kemudian bagaimana pengembangan interaksi tersebut dapat mengarah
pada hal positif yang kemudian dapat menjadi pemimpin yang efektif. Pertama
menurut saya mengacu pada pendeketan situasional mengarah pada hubungan,
hubungan ini akan menimbulkan sebuah interaksi. Interaksi yang dibangun harus
baik dari bentuk lisan maupun tulisan, yang kemudian ini harus menjadi sebuah
bentuk interaksi yang baik dalam perkembangan tiap harinya. Peningkatan
efektifitas kepemimpinan dari hal ini kemudian menjadi hal penting, karena
komunikasi menjadi hal utama dalam setiap organisasi maupun setiap hubungan
antar manusia. Jika pada bentuk komunikasi sudah terselesaiakan akan membentuk
suatu peningkatan efektif dalam memimpin.
5.
Path Goal Leader dan Bagaimana itu
Path
goal leader merupakan sebuah bentuk pendekatan teori kepimpinan yang menjadi
sebuah model kepemimpinan yang juga dikembangakan oleh Robert House. Teori ini
mempunyai asumsi dasar tentang tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam
mencapai tujuan mereka. Selain itu pemimpin akan memberikan arah dan dukungan
yang ditujukan untuk mencapai sebuah tujuan kelompok tersebut maupun
organisasi. Menurut Robbins (2002), path goal ini merupakan berasal dari
keyakinan pemimpin yang efektif akan memperjelas jalur yang nantinya akan
membantu anggotanya untuk mencapai pada tujuan bersamanya dan juga menciptakan
penelusuran disepanjang jalur yang mudah dan dapat mengurangi hambatan dan
pitfalls[3].
Efektifitas dari model kepemimpinan
ini menurut Robert House dapat mengenali empat perilaku pemimpin yaitu pemimpin
yang memiliki karakter directive – leader, supportive leader, participative
leader dan achievement – oriented leader. Kemudian ini diasumsikan bahwa
pemimpin harus bersifat fleksibel dan mengerti maupun menguasi yang akan
dihadapai dan bisa melakukan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung
pada situasi. Dalam model ini juga nantinya akan memberikan sebuah pemimpin
yang efektif karena terdapat pengaruh motivasi yang diberikan pemimpin,
kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan dari pengikutnya.
Model path goal memiliki 2 fungsi
dasar, yaitu pertama, dapat memberikan kejelasan alur. Dapat memberikan jalan
yang jelas dan menunjukkan jalan. Kedua, meningkatkan jumlah hasil bawahan
yakni berupa reward yang kemudian dapat berupa dukungan dan perhatian terhadap
kebutuhan pribadi tiap pengikutnya.
6.
Jelaskan Model Pemilihan Kepemimpinan
Dari beberapa model kepemimpinan
yang telah ada kemudian jika dihadapkan pada cara pemilihan model pemilihan
kepemimpinan ini menurut saya merupakan bentuk yang dipilih sesuai kebutuhan
maupun melihat situasi yang berkembang. Pada dasarnya ketika kita memilih model
kepemimpinan yang akan digunakan akan menyadari bahwa melihat bagaimana situasi
lingkungan, organisasi, individu yang akan dipimpin. Dari faktor tersebut kemudian
akan memberikan sebuah pandangan dalam setiap pemimpin untuk memilih gaya
kepemimpinannya. Teori pendekatan tersebut kemudian menjadi sebuah dukungan
bagaimana para pemimpin akan menjalankan kepemimpinannya.
Memang sebelum semua itu terwujud
mengetahui bagaimana lingkungan dan apa yang dipimpinnya pemimpin harus
memahami bahwa itu berasal dari diri sendiri atau kepribadian tiap pemimpin
baru kemudian faktor luar dari individu pemimpin menjadi hal yang menjadi
sebuah hal yang harus diperhatikan. Faktor utama memang ada pada tiap individu
masing – masing pemimpin tersebut untuk memimpin yang kemudian berkembang pada
lingkungan sekitar yang akan dipimpinnya.
Perbedaan Model Kontiengensi Fiedler
dan Teori Kepemimpinan Path – Goal
Memahami
perbedaan kontengensi Fiedler dalam menerjemahkan model kepemimpinan dijelaskan
bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses kemampuan seseorang pemimpin untuk
melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok dan tingkat pada
gaya kepemimpinannya, kepribadian, dan pendekat yang dianggap sesuai dengan
kelompoknya. Hal ini Fiedler menganggap seorang pemimpin bukan karena sifat
kepribadian tetapi pada faktor situasi dan adanya interaksi antara pemimpin
dan situasinya. Teori ini sering juga disebut sebagai teori yang
mengatakan bahwa kepemimpinan itu tergantung pada situasi. Kemudian model ini
melihat bahwa kelompok efektif tergantung dari cocok tidaknya dengan gaya
pemimpin yang nanti melakukan interaksi dengan pengikutnya kemudian itu menjadi
sebuah situasi yang dapat berpengaruh terhadap pemimpin. Teori kontiengensi
kemudian melihat pada 2 aspek situasi dari kepemimpinan yaitu; Leader
Orientation dan Situation Favorability. Kemudian dari hal itu dikembangjkan
menjadi 3 variabel situasi yaitu; 1. Hubungan pemimpin dengan pengikutnya, 2.
Kekuasaan posisi, 3. Struktur Tugas.
Teori
Kepemimpinan Path Goal, dasarnya memiliki asumsi tentang tugas pemimpin adalah
membantu anggotanya untuk mencapai tujuan mereka. Pemimpin dalam model ini juga
nantinya akan memberikan arah dan dukungan yang ditujukan untuk mencapai tujuan
dari kelompok tersebut atau organisasi tersebut. Model ini pada intinya
pemimpin adalah dapat mampu memberikan arah, dukungan dan mencapai tujuan
bersama dengan cara mendukung atau mendorong. Model ini juga memiliki 2 fungsi
dasar yaitu, dapat memberikan kejelasan alur yang kemudian ini memberikan
jalan, dan kedua meningkatkan jumlah hasil atau reward. Kepemimpinan ini juga
nantinya identik dengan perilaku yang memiliki karakter directice – leader,
supportive leader, participatice leader dan achievement – oriented leader. Kemudian inti dari model ini
adalah efektifitas dari pemimpin dinilai dari pemberian motivasi, kemampuan
melaksanakan, dan kepuasaan dari pengikutnya.
Bagaiamana hal ini Membantu Manajer
Manajer dalam hal ini akan terbantu
mengenai adanya beberapa teori – teori mengenai kepemimpinan yang kemudian bisa
membuat seseorang mudah dalam memimpin karena memahami bagaimana bentuk dari
kepemimpinan yang bisa diimplementasikan. Tentu saja manajer akan terbantu
dengan adanya pelatihan kepemimpinan meskipun nantinya terdapat suatu asumsi
bahwa tidak semua pelatihan tidak meningkatkan efektifitas kerja dari manajer,
tetapi hal tersebut dapat membantu menerjemahkan teori – teori tersebut dalam
implementasi. Kemudian ini juga nantinya dapat membantu manajer dalam sehari –
hari tiap kepemimpinannya dengan memahanmi bagaiamana lingkungannya,
pengikutnya atau anggotanya, visi misi yang dibawa, dan kemudian faktor –
faktor lain yang sudah dijelaskan dalam tiap teori.
7. Meningkatkan Efektivitas
Kepemimpinan
Menurut penulis, meningkatkan
efektifitas kepemimpinan pertama dapat memilih salah satu pendekatan yang telah
dipahami oleh pemimpin tersebut. Seperti contoh memahami mengenai konsep
kepemimpinan yang berdasar dan berpacu pada lingkungan atau situasional. Maka
hal itu menjadi sebuah bentuk modal yang kemudian menjadi ciri khas pemimpin
tersebut dalam memimpin. Selanjutnya lebih mendalami pola pendekatan itu dan
lebih fleksibel serta luwes dalam memahami situasi yang dihadapi. Terakhir
pemimpin dapat lebih efektif nantinya adalah menggunakan model kepemimpinan
ciri khasnya dengan konsisten yang kemudian itu menjadikan ahli dalam menangani
tiap masalah yang akan dihadapi sesuai situasi.
Daftar Pustaka
Darmaji, Atikasari, dkk. 2012. PENDEKATAN
SITUASIONAL (Teori Blanchard, Fiedler, Path Goal dan Substitusi). [online]
Tersedia di: http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/makalah-kelompok-7.pdf
Nahiya.
2011. Kepemimpinan. [Online] Tersedia di http://staffnew.uny.ac.id/upload/130682772/pendidikan/materi-kepemimpinan-leadership-s1-2011.pdf
Staffuny.ac.id. Modul Kepemimpinan.
[online] Tersedia di: http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-iv.pdf
[2]
Nahiya. 2011. Kepemimpinan. Lihat di http://staffnew.uny.ac.id/upload/130682772/pendidikan/materi-kepemimpinan-leadership-s1-2011.pdf
Comments
Post a Comment