UAS Demokrasi dan Demokratisasi
Nama : Glady
Oralyanto Nur Rizki
NIM :
071511333028
Soal :
2.
Konsolidasi demokrasi mengandung makna dinamika sosial dan politik yang sangat
kental. Elit ekonomi dan politik memainkan peran yang besar dalam hal ini.
Seringkali negara-negara yang baru melepaskan diri dari bentuk pemerintahan
otoriter terjebak dalam demokrasi prosedural (yakni pemunculan sistem
infrastruktur pergantian kekuasaan seperti pemilu secara terbatas, tetapi aspek
substantif dari demokrasi sebagai sistem nilai kemudian dipertanyakan). Dalam
analisis Anda, apakah segi substansi dari demokrasi itu bisa dicapai ketika
elit ekonomi dan politik lah yang menguasai kursi pemerintahan sehingga
keputusan-keputusan politik cenderung tidak mencerminkan aspek substantif itu
sendiri (karena elit politik semata-mata menggunakan keputusan politik untuk mengamankan
kepentingan bisnisnya)? Uraikan poin Anda dengan suatu studi kasus tertentu.
3.
Globalisasi dilihat sebagai jembatan yang menghubungkan suatu negara dengan
ideide demokrasi; proses penyebaran ide ini dimudahkan dengan tingginya
mobilitas individu, transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang,
serta arus modal yang begitu kuat dari negara padat modal ke negara-negara yang
ramah investasi terutama di negara yang dikategorikan sebagai kekuatan industri
baru. Pertama, jelaskan dari sudut pandang apa Anda mendefinisikan globalisasi.
Kedua, Menurut pemikiran Anda, apakah proses tersebut serta-merta terkonversi
menjadi penyerapan ide demokrasi ataukah justru sebaliknya jika demokrasi
dianggap tidak ramah pada iklim bisnis dikarenakan kekuatan modal malah
menginginkan adanya kepatuhan masyarakat (melalui regulasi tenaga kerja,
lingkungan, perizinan yang mudah) sehingga partisipasi masyarakat menjadi tidak
terlalu penting? Misalnya, investor dari perusahaan permodalan di Amerika
Serikat justru menargetkan investasinya di Cina dan India serta mempengaruhi
peraturan tenaga kerja local.
4.
Beberapa pengamat dan pemikir politik memandang reformasi di Indonesia dalam
kerangka kritis. Mereka memunculkan istilah ‘old wine, new bottle’ untuk
menggambarkan konfigurasi kekuasaan Indonesia yang dilihat sebagai suatu
praktik yang hanya memindahkan posisi kekuatan dominan dari satu domain ke
domain lain. Dengan kata lain, militer yang menjadi tangan kanan penguasa orde
baru (rezim otokratik) kini berpindah ke domain lain seperti politik dalam
jabatan-jabatan tertentu maupun ekonomi. Bagaimanakah Anda melihat relasi
antara sipil dan militer ini dapat menunjang pendalaman demokrasi (democracy
deepening) ketika kelompokkelompok terdahulu era orde baru masih terlibat dalam
proses-proses demokrasi sekarang ini? Apakah Anda melihat itu sebagai pendukung
atau penghambat? Kemukakan pendapat Anda dengan contoh konkret.
Jawaban :
2. Pada proses demokratisasi sebuah negara memiliki proses dalam
terbentuknya demokrasi, salah satunya merupakan sebuah proses konsolidasi
demokrasi. Konsolidasi demokrasi ini memiliki dua peluang yang akan terjadi
yaitu akan semakin terwujudnya demokrasi atau sebaliknya. Dengan demikian,
proses konsolidasi demokrasi memiliki peran dari para elit yang memiliki
kekuasaan, kekuasaan disini tidak hanya pada proses politik melainkan elit
ekonomi juga memiliki peran dalam proses konsolidasi demokrasi. Kita mengetahui
beberapa hal bahwa selama ini kebanyakan negara akan mengarah pada demokrasi
dengan ditandainya rezim otoriter itu runtuh. Setelah keruntuhan rezim tersebut
menjadi sebuah momentum untuk merubah sistem negara yang sebelumnya ada pada
lingkaran otoriter menjadi ke arah demokrasi. Demokrasi sendiri dijalankan pada
suatu negara bisa berupa demokrasi prosedural maupun demokrasi substansial.
Demokrasi prosedural menjadi sebagai demokrasi yang berjalan tidak bermakna
sampai ke masyarakat, yakni demokrasi ini hanyalah sebuah formalitas belaka
karena demokrasi prosedural yang berarti senyatanya ini tidak seperti yang
diharapkan dan tidak seperti yang seharusnya. Sedangkan demokrasi substantif
yang normatif dengan makna seharusnya memang sulit terjadi pada saat
konsolidasi demokrasi karena masih tidak bisa berpindah dari karakter bawaan
rezim otoriter. Sehingga yang terjadi saat ini sebuah negara yang masih dalam
proses konsolidasi demokrasi dengan para elit ekonomi dan politik yang memiliki
kepentingan dan memanfaatkannya pada kursi kekuasaan yang saat ini diduduki.
Secara
prosedural memang ketika negara telah merubah sistemnya yang mengarah pada
demokrasi akan melaksanakan sebuah pemilu, dan merubah tatanan maupun peraturan
di negaranya. Kemudian yang menjadi sebuah makna demokrasi sampai pada
substansial, apakah negara tersebut telah menjangkau pada rakyat kecil yang
kemudian rakyat juga ikut terlibat dalam demokrasi dengan menyuarakan aspirasi
maupun aktif maju dalam kontestasi politik. Sehingga kata lain singkat dalam
memahami demokrasi prosedural adalah mengamati tentang bagaimana suatu
keputusan diambil sedangkan substansial apa yang dilakukan oleh pemerintah
(Aina, Qorry 2017). Pemahaman dari singkat pemahaman demokrasi prosedural itu
akan mengarah pada proses pemilihan pemilu, proses pengambilan keputusan secara
prosedur demokrasi saja yang dijalankan. Sedangkan substansial akan mengarah
pada nilai-nilai demokrasi dari segi kehidupan dan politik pemerintahan.
Kemudian
apa yang menjadi masalah jika demokrasi prosedural telah dilaksanakan namun
yang memegang kekuasaan hanya elit politik yang menggunakan kekuasaannya untuk
kepentingannya sendiri, hal tersebut menjadi sebuah masalah dalam proses nilai
demokrasi. Tentu saja jika kita menelisik pengertian demokrasi secara umum
pemerintahan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat dalam hal itu tidak terlaksana,
karena kepentingan pribadi dari elit telah disisipkan pada kepentingan umum
negara. Memang jika kita melihat proses pengambilan keputusan telah melewati
proses prosedur demokrasi, namun apakah hal tersebut mencerminkan nilai
demokrasi secara substansial yang menjadi sebuah hal penting dalam demokrasi.
Dengan itu pendapat saya tentang elit politik yang menjadikan sebuah
kekuasaannya untuk kepentingannya telah menghambat proses konsolidasi demokrasi
karena nilai demokrasi secara substansial telah tercederai pada hal tersebut. Studi
kasus dalam hal ini elit yang memainkan proses demokrasi demi kepentingannya
seperti yang terjadi di Indonesia yang telah terjadi sebuah proses pembentukan
Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK. Direktur eksekutif PARA Syndicate Ari
Nurcahyo sendiri mangatakan jal tersebut adalah alat kepentingan oligarki elit
politik tertentu yang dikemas dengan cara demokratis (Wiangga, Lingga A.,
2017). Menurut Ari pembentukan pansus tersebut dari awal telah bermuatan
politik karena terjadi kasus korupsi e-ktp yang menjerat ketua umum DPR dan
ketua umum partai Golkar. Jika kita melihat dari satu kasus diatas, memang
secara prosedural demokrasi telah dijalankan yakni dengan proses pembuatan
pansus hak angket DPR melalui persetujuan atau proses rapat yang ada di DPR,
namun secara substansial tidak mencerminkan demokrasi, karena hal tersebut
hanyalah permainan para elit politik dalam mengamankan kepentingannya. Disisi
lain, rakyat banyak yang kecewa dengan keputusan pembentukan pansus hak angket
DPR yang ditujukan kepada KPK, karena hal tersebut tidak mencerminkan dan tidak
mewakilkan suara aspirasi rakyat yang menginginkan tersangka korupsi dihukum.
Dengan demikian telah jelas bahwa, salah satu kasus tersebut telah menghambat
konsolidasi demokrasi yang kemudian mencederai nilai substansial demokrasi
tersebut meskipun secara prosedural telah dilalui.
3. Globalisasi merupakan bentuk tawaran baru dari komunitas
internasional yang kemudian menjadi bentuk kampanye sebuah kerjasama maupun
sebuah bentuk arus interaksi dengan dunia internasional dengan mudah dan
efisien. Globalisasi sendiri menurut tulisan Winarno, Budi (2009) yang berjudul
“Globalisasi dan masa depan Demokrasi” juga mempunyai dua bidang yang paling
berpengaruh yaitu pada bidang ekonomi dan sosial, bidang tersebut membentuk
saling berhubungan pada lingkup global, kemudian juga membentuk sebuah proses
yang lebih ekstensif dan intensif yang progressif, membentuk dan menantang
komunitas politik, dan secara spesifik serta negara modern (Held, 2000). Dengan
begitu dapat ditarik bahwa globalisasi menurut saya merupakan bentuk kerjasama
global yang baru dengan lingkup yang sangat luas dan memberikan sebuah arus
interaksi secara global yang efisien. Memang secara global dua bidang yang
paling ditekan pada globalisasi adalah ekonomi dan sosial, secara implisit hal
tersebut juga memberikan hubungan politik bahkan budaya, sehingga yang menjadi
titik poin penting globalisasi juga merupakan arus interaksi dan perputaran informasi yang efisien.
Kemudian
bagaimana kah proses globalisasi mempengaruhi demokrasi, memang menurut saya
globalisasi mempengaruhi jalannya sebuah demokrasi disuatu negara. secara tidak
langsung maupun secara langsung globalisasi memang mempengaruhi, akibat dari
hasilnya interaksi yang dijalankan yang kemudian memberikan sebuah pertukaran
informasi memberikan proses yang kemudian memberikan hal baru atau memadukan
dengan hal yang lama. Secara gambaran tersebut, pemikiran saya jelas mengatakan
bahwa globalisasi mempengaruhi jalannya demokrasi sebuah negara. Globalisasi
juga memberikan nilai-nilai yang dianggap umum dan global sehingga itu menjadi
ide demokrasi seperti contohnya terdapat PBB menjadi sebuah komunitas
internasional yang resmi, bahkan memiliki badan-badan yang berjalan ditiap bidang,
selain itu globalisasi juga memberikan nilai universal hak asasi manusia yang
telah dideklarasikan oleh PBB yang juga disebut dengan nama Deklarasi Universal
HAM (DUHAM) pada tahun 1948 (Samsuri, ). Bahkan globalisasi juga memberikan
sebuah tawaran global governance yang secara singkat pengeretiannya adalah
pemerintahan tanpa pemerintah (Rosenau dan
Czempiel 1992),
sistem ini akan hadir kepada negara yang telah tidak mampu mengatasi isu yang
ada di negaranya, kemudian komunitas internasional akan membantu melalui sistem
global governance yang itu menjadi peran dari negara maupun non negara dunia
internasioal. Proses pertukaran dan proses bantuan tersebut juga akan
memberikan ide-ide demokrasi dengan memberikan tawaran
bantuan solusi yang berguna bagi negara tersebut. Sebaliknya dengan bidang
bisnis memang hal tersebut menjadi sebuah tawaran baru yang kemudian menjadi
dua hal yang berdampak baik atau buruk, banyak pebisnis yang melihat peluang
tersebut dengan mempertahankan kepentingannya sehingga kepentingan tersebut
dibawa kepada peraturan negara yang kemudian memperikan dampak pada regulasi
dan aktivitas bisnis pada suatu negara, namun jika negara tetap pada nilai
demokrasi yang substansial dan melihat nilai secara global yang telah ada
negara bisa mengkonversi ide demokrasi dan tidak kalah oleh pengaruh pebisnis
yang masuk ke negaranya.
4. Pertama melihat dari proses
terbentuknya era baru di Indonesia ini merupakan hasil reformasi. Kita
mengetahui reformasi merupakan perubahan ulang tatanan kearah yang lebih baik
secara bertahap, menurut Suranto (2010) reformasi sendiri merupakan gerakan
yang bertujuan untuk memformat ulang, menata kembali suatu hal yang telah
menyimpang yang kemudian dikembalikan pada hal yang seharusnya dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Berbeda dengan revoluasi yang
akan merubah sebuah tatanan negara ataupun bahkan sampai ke tatanan sosial
secara cepat. Dari pengertian tersebut menurut pemikiran saya telah jelas,
mengapa sampai saat ini masih ada romantisme masa lampau dengan orde baru
karena tatanan baru yang diubah secara perlahan masih membawa nilai orde baru
yang secara tidak langsung maupun tidak sadar masih terbawa oleh elit yang ada,
istilah ‘old wine, new bottle’ memang tidak salah dikatakan karena yang
menguasai belum sepenuhnya membawa nilai baru yang ideal dan sesuai diinginkan
oleh masyarakat, bahkan beberapa waktu lalu banyak juga gambar satire yang
berisikan foto Soeharto dan tulisan ‘piye kabare, enak jamanku toh?’.
Untuk melihat relasi sipil dan
militer dalam demokrasi menurut saya dapat memberikan sebuah pendukung untuk
mereformasi yang telah salah, terlebih secara prosedural demokrasi sudah
dilaksanakan kemudian secara regulasi telah menghapus dwifungsi ABRI, yang
kemudian jika militer masuk pada tatanan politik tidak bisa kecuali dia telah
meninggalkan identitas militernya. Sehingga perlu adanya hubungan untuk
membangun demokrasi yang secara substansial. Secara prosedural memang militer
tidak bisa masuk ke dunia politik kecuali telah melepas identitas militernya,
hal itu sudah terbukti pada era reformasi dengan banyaknya para purnawirawan
militer yang masuk dunia politik dan sukses. Sebagai contoh Presiden Republik
Indonesia yang ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan pensiunan militer. Mengutip
dari situs berita online detik.com, sebelum menjadi presiden, SBY pernah juga
menjabat sebagai menteri, sebut saja Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan pada tahun 2000 dan menjadi Menteri ESDM tahun 1999, memang
pangkat terakhir SBY adalah Jenderal TNI yang pensiun pada 25 September 2000. Namun
melihat dari saat beliau menjabat merupakan presiden pertama yang berhasil
menyelesaikan masa jabatannya selama satu periode yaitu 5 tahun, bahkan
terpilih kembali ketika mencalonkan kembali sehingga beliau menjabat 2 periode
sebagai Presiden Republik Indonesia dan sukses membawa Indonesia kearah lebih
baik terutama pada bidang ekonomi yang saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia
membaik. Dengan satu contoh konkret yang telah saya paparkan tersebut merupakan
bentuk suatu pendukung antara relasi antara sipil dan militer meskipun masih
terlihat elit orde baru namun secara regulasi dan wadah baru telah dibentuk
sehingga hal tersebut yang akan menjadi sebuah modal penting untuk relasi sipil
dan militer untuk pendalaman demokrasi.
Daftar Pustaka
Aina,
Qorry., 2017. Demokrasi Prosedural dan
Demokrasi Substansial. [online] Tersedia di: https://kupdf.com/download/demokrasi-prosedural-dan-demokrasi-substansial_58d88d18dc0d60db2cc3464c_pdf
(Diakses pada 2 Desember 2017)
Detik,
. Jend. Tni (Purn) Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono. [online] Tersedia di: https://news.detik.com/profil/204/jend-tni-purn-dr-h-susilo-bambang-yudhoyono
(Diakses 5 Desember 2017)
Suranto,
2010. Gerakan Reformasi. [online]
Tersedia di: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Suranto,%20M.Pd.,M.Si./Pancasila%2010.pdf
(Diakses 5 Desember 2017)
Samsuri,
. Hak-Hak Asasi Manusia: Konsep,
Tipologi, Perkembangan. [online] Tersedia di: http://staffnew.uny.ac.id/upload/132300167/pendidikan/HAK-HAK+ASASI+MANUSIA.pdf
(Diakses pada 5 Desember 2017)
Glady,
Ajeng, Gangga, dkk. 2017. Inter-relasi
Globalisasi dan Demokratisasi. [online] Tersedia di: https://drive.google.com/file/d/1-VzAFmYHTLiHi1grEz_9ioO90vPxkiBh/view?usp=drive_open
(Diakses 5 Desember 2017)
Ppid., 2014. Executive Summary. [Online] Tersedia di: http://ppid.lan.go.id/wp-content/uploads/2014/10/ES-Global-Governance-2010.pdf
(Diakses pada 5 Desember 2017)
Winarno,
Budi., 2009. Globalisasi dan Masa Depan
Demokrasi. Media Jurnal Global dan Strategis, vol 3, No. 2, hal. 124.
Wiangga,
Lingga S., 2017. Pansus Hak Angket KPK
Dinilai Jadi Kepentingan Oligarki Elit Politik Tertentu. [online] Tersedia
di: http://kabar24.bisnis.com/read/20170916/16/690500/pansus-hak-angket-kpk-dinilai-jadi-kepentingan-oligarki-elit-politik-tertentu
(Diakses pada 2 Desember 2017)
Comments
Post a Comment