Nama : Glady Oralyanto Nur Rizki
NIM : 071511333028
UTS Politik
dan Perundang - Undangan
1. Jelaskan hubungan
atau keterkaitan perundangan yang dipilih oleh kelompok anda dengan perundangan
yang lebih tinggi, yang sejajar, atau dengan perundangan di wilayah atau
departemen lainnya. Apakah mendukung atau memperjelas ataukah menafikan. Dalam
hal apa keterkaitan tersebut?
Perundangan
yang kemudian menjadi pembahasan diskusi kelompok kami mengenai PKPU Nomor 20
Tahun 2018. Sebelumnya kita mengetahui bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 beberapa
saat terakhir menjadi perbincangan hangat. Peraturan dari KPU ini yang menjadi
sorot perhatian adalah isu mengenai larangan koruptor untuk mendaftar sebagai
calon legislatinf pada putaran pemilu 2019 mendatang. Seiring berjalannya
waktu, PKPU tersebut kemudian ada yang menganggap tidak sesuai dengan UU Nomor
7 Tahun 2017.
Penetapan
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ini kemudian telah dapat diketahui terdapat Undang –
Undang yang lebih tinggi yaitu pada UU Nomor 7 Tahun 2017. UU Nomor 7 Tahun
2017 sendiri telah mengatur mengenai peraturan tentang Pemilu DPR, DPRD, DPD.
Disana juga telah dijelaskan mengenai persyaratan calon yang akan maju pada
putaran pemilu. Meskipun akhirnya dari PKPU dan UU tersebut yang sempat menjadi
polemik kini telah selesai karena telah mendapatkan putusan MA, MA telah
memutuskan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan koruptor untuk
menjadi calon legislatif adalah bertentangan dengan Undang – Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilu (Farisa, 2018).
KPU
yang menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang kini dianggap mengeluarkan PKPU
tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 mengenai pemilu. UU Nomor 7
Tahun 2017 sendiri merupakan bentuk perundangan yang lebih tinggi dari PKPU
Nomor 20 Tahun 2018. Kemudian ditelisik dan bahkan digugat ke MA hubungan PKPU
20 Tahun 2018 yang melarang mantan koruptor menjadi Calon Legislatif dinilai
bertentangan dari UU Nomor 7 Tahun 2017.
2. Apakah
yang Melatar belakangi munculnya perundangan tersebut? Buatlah analisis tentang
pendifinisian masalah yang melatari apa saja masalahnya? Masalah siapa yang
dominan? Dan masalah siapa yang terkalahkan? Mengapa hal tersebut terjadi?
Sebelumnya pada diskusi kelompok dan tugas sebelumnya telah memberikan
pandangan mengenai adanya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Peraturan ini
diterbitkan oleh KPU untuk mewujudkan para perwakilan politik yang nantinya
akan menjabat sebagai anggota Dewan menjadi anggota dewan yang bersih dan tidak
ada catatan mantan koruptor. Selain itu ini beranggapan untuk hokum moral bagi
para mantan koruptor sebagai konsekuensi atas apa yang dilakukannya untuk
memperkaya diri atau korupsi. Sehingga pada nanti pemilu tahun 2019 para bakal
calon anggota legislatif bersih dari catatan kotor khususnya mantan koruptor.
Kemudian
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ini memiliki Undang – Undang yang lebih tinggi
mengenai pemilu tersebut yaitu pada berujung UU Nomor 7 tahun 2017. Sebelumnya dapat diketahui bahwa UU Nomor 7
Tahun 2017 merupakan bentuk dari peraturan yang mengatur mengenai Pemilu
sehingga ketika ada peraturan yang nantinya akan menyelenggarakan atau mengatur
tentang pemilu salah satunya berpacu pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut.
Seperti salah satunya adalah kemarin yang terjadi polemik mengenai larangan
mantan koruptor maju sebagai calon anggota legislatif. Kemudian banyak pihak
yang menggugat PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tersebut kepada MA mengenai aturan
larangan mantan koruptor maju sebagai angggota legislatif.
Selanjutnya
pada penjabaran mengenai analisis masalah apa yang terjadi, pertama adalah
ketika PKPU Nomor 20 Tahun 2018 diterbitkan oleh KPU dan berisi tentang
larangan mantan koruptor untuk maju dalam pencalonan anggota legislatif.
Terdapat banyak pihak yang mendukung untuk diterapkan larangan tersebut yaitu
salah satunya adalah ICW (Indonesia Corruption Watch). ICW sendiri merupakan
NGO atau biasa yang kita ketahui dengan Lembaga non pemerintahan. Selanjutnya
peraturan tersebut mendapatkan pertentangan dari para pihak partai politik,
para calon anggota legislatif. Para anggota calon legislatif yang menentang
adanya peraturan tersebut berbondong – bondong melaporkan hal tersebut kepada
BAWASLU (Badan Pengawas Pemilu), masalah ini kemudian berlanjut pada digugatnya
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung. Disini akhirnya menjadi dua kubu
pro dan kontra terhadap peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Sisi yang setuju tentang adanya peraturan
tersebut akan memberikan sebuah nilai positif untuk perkembangan keterwakilan
politik Indonesia dan tentu saja hal tersebut memberikan efek jera atau hokum
moral terhadap para koruptor. Sisi yang kontra hal itu dianggap bertentangan
dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 yang disana mengatur mengenai pemilu. Disatu sisi
KPU juga tidak bisa semata – mata mencabut hak politik seseorang untuk dipilih,
sehingga hal tersebut juga dianggap KPU juga nuansa politis dalam peraturan
tersebut. Dalam sisi yang kontra Partai Politik yang melaporkan hal ini kepada
BAWASLU mengenai aturan yang telah dikeluarkan KPU berlanjut pada uji materi ke
Mahkamah Agung atau biasa disebut dengan menjadi digugat mengenai PKPU Nomor 20
Tahun 2018. Pada akhirnya keputusan telah diputuskan oleh Mahkamah Agung,
keputusan tersebut memutuskan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 bertentangan pada
UU Nomor 7 Tahun 2017, sehingga PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan
koruptor untuk maju sebagai calon anggota legislatif dicabut dan hal itu
berarti mantan koruptor dapat maju dalam pencalonan anggota legislatif.
Masalah
ini kemudian dapat disumopulkan menjadi pada penyudutan ke KPU yang telah
mengeluarkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan koruptor untuk maju
sebagai calon anggota legislatif. Secara dominan ini bertitik pada adanya KPU
yang mengeluarkan peraturan tersebut sehingga banyak juga pihak kontra yang
akhirnya menggugat atau melawan sampai digugatlah peraturan tersebut untuk uji
materi di Mahkamah Agung. Terakhir masalah ini kemudian dimenangkan oleh para
pihak kontra terhadap peraturan tersebut yang menganggap itu adalah bentuk
tidak relevannya PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dengan UU Nomor 7 Tahun 2017. Selain
itu KPU juga tidak berhak untuk mencabut hak politik seseorang begitu saja dan
ini seakan pengeluaran peraturannya terdapat politis yang dilakukan oleh KPU.
3. Kerangka
Teoritis apa yang dapat anda gunakan untuk menjelaskan proses pembentukan
perundangan yang anda bahas, bagaimana kerangka teori tersebut dideskripsikan?
Sedangkan jika menurut Maria Farida
Indrati tentang istilah perundang – undangan (Lesgislation, wetgeving atau
gesetzgebung) terdapat 2 pengertian:
1. Perundang – Undangan adalah bentuk proses pembentukan
/ proses peraturan – peraturan negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah
2. Perundang – undangan merupakan segala peraturan
negara, dan itu adalah hasil dari pembentukan peraturan – peraturan yang ada di
tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Kerangka teori ini menjelaskan
mengenai tentang perundang – undangan yang dibagi menjadi 2 pengertian seperti
diatas yang telah dijabarkan. Kerangka ini kemudian dapat diketahui bahwa
perundangan itu merupakan prosesnya dari pembentukan tiap – tiap aturan yang
ada kemudian itu menjadi sebuah peraturan negara jika telah ditetapkan. Namun
hal itu dalam proses perundang – undangan memiliki asas untuk pembentukan
Undang – Undang, asas tersebut nantinya diharpkan dalam pembentukan untuk tidak
terjadi konflik, seperti apa yang dikatakan oleh Purnadi Purbacaraka, asas
perundangan yaitu:
1.
Perundang –
undangan tidak berlaku surut, perundang – undangan tidak boleh diganggu gugat
oleh pejabat yang lebih tinggi mempunyai keudukan lebih tinggi pula
2.
Perundang –
undangan tidak boleh diganggu gugat
3.
Perundang –
Undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan dan
pelestarian
4.
Keberlakuan
perundang – undangan diumumkan (Suantra & Nurmawati, 2016).
4. Buatlah
kritik terhadap proses perundangan yang anda pahami dan berikan saran terhadap
kritikan tersebut.
Dalam
membuat Undang – Undang yang telah dipahami dikatakan perlu adanya asas – asas
yang ada. Asas untuk pembentukan perundang – undangan itu dikatakan agar tidak
terjadi konflik dan hukum tidak melenceng sehingga tetap sesuai dengan asas –
asas yang telah ditetapkan. Namun satu hal, asas yang menjadi sorotan penulis
adalah ketika perundangan asasnya tidak boleh diganggu gugat ini menimbulkan
multi tafsir. Tidak boleh digugat ini dalam artian jika peraturan tersebut
tidak sesuai maka jika tidak boleh digugat apakah ini akan berdampak baik?
Seperti PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang telah digugat dan diuji materi ke
Mahkamah Agung dan akhirnya diputuskan oleh Mahkamah Agung bahwa PKPU
bertentangan. Lantas bagaimana jika asas tersebut mengatakan tidak dapat
diganggu gugat. Itu kemudian menjadi sebuah janggal ketika asas mengatakan hukum
tidak boleh diganggu gugat, namun jika terdapat pengecualian mungkin bisa saja
diilhami, terlebih hukum merupakan produk dari buatan manusia yang manusia
sendiri tempatnya lalai dan lupa serta salah.
Saran
penulis, poin asas perundangan tidak boleh diganggu gugat haruslah ditambahi
mengenai pengecualian karena hukum yang dibuat oleh manusia tidak selalu bulat
dan benar karena mungkin saja pada nantinya memiliki kelemahan, terlebih jika
produk hukum itu dibuat karena ada unsur politis dan memberikan sebuah multi
tafsir ataupun menjadi pasal karet.
Daftar
Pustaka
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soeprapto, M. Farida Indrati. 2010. Ilmu
Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi , dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius.
Suantra, I &
Nurmawati, Made. 2016. NASKAH TUTORIAL
TEORI LEGISLASI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH. [online] Tersedia di: https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/82772d18fda11e83fed7290646195f01.pdf (Diakses pada 10 Oktober 2018)
Indonesia Corupption Watch (ICW). 2018. Policy Brief larangan mantan terpidana
kasus korupsi menjadi calon legislatif 2019. [online] Tersedia di: https://antikorupsi.org/sites/default/files/policy_brief_pkpu_pencalonan.pdf (Diakses
pada 10 Oktober 2018)
Farisa, Fitria Chusna. 2018. KPU Akui Berbeda Pandangan dengan BAWASLU Soal PKPU. [online] Tersedia di: https://nasional.kompas.com/read/2018/08/30/18160881/kpu-akui-berbeda-pandangan-dengan-bawaslu-soal-pkpu. (Diakses
pada 10 Oktober 2018)
Farissa, Fitria Chusna. 2018.
(KPU Rampungkan Revisi PKPU Caleg Eks Koruptor Boleh Nyaleg. [online] Tersedia
di: https://nasional.kompas.com/read/2018/09/19/19504071/kpu-rampungkan-revisi-pkpu-caleg-eks-koruptor-boleh-nyaleg (Diakses
pada 10 Oktober 2018)
Comments
Post a Comment