UTS Demokrasi dan Demokratisasi
Nama: Glady Oralyanto Nur Rizki
Nim: 071511333028
Soal:
4. Secara garis
besar, tahapan menuju negara demokratis dibagi menjadi 3: ketika rezim otoriter
jatuh, transisi demokrasi dan konsolidasi demokrasi. Sebutkan faktor pendorong
apa saja yang menyebabkan tiap tahap itu terjadi! (masing-masing faktor pada
tiap tahap). Berikan contoh untuk mengilustrasikan masing-masing tahap!
5. Bagaimana
kategori gelombang demokratisasi dibentuk? Sebutkan semua gelombangnya! Apa
saja pemicunya? Sebutkan pula apa saja kritik terhadap pembedaan gelombang
tersebut (minimal 3 kritik)!
6. Apa yang dimaksud dengan pembedaan antara
demokrasi minimal-elektoral (procedural) dengan demokrasi substansial? Sebutkan
unsur-unsur apa yang membedakan keduanya! Sertakan masing-masing contoh negara
(dan pada masa/rezim/tahun berapa) yang menggambarkan demokrasi minimal dan
substansial tersebut!
4. Garis besar yang menggambarkan demokrasi memiliki
tahapan-tahapannya menuju negara yang demokratis, proses menuju negara
demokrasi sering disebut dengan demokratisasi. Umumnya negara yang menuju
demokrasi melalui tiga tahapan yaitu: ketika rezim otoriter jatuh, transisi
demokrasi dan konsolidasi demokrasi. Tahapan ini dianggap menjadi alur yang
membuat sebuah sistem untuk menuju ke arah negara yang demokrasi. Demokrasi
memang tidak didapatkan dengan mudah, karena terdapat proses tahapan yang perlu
dilalui seperti tahapan awal yang ditandai dengan runtuhnya rezim otoriter.
Umumnya, runtuhnya rezim otoriter tidaklah mudah karena banyak pengorbanan dan
perjuangan melawan rezim yang berkuasa. Perlawanan yang terjadi dalam negeri
ini memang menjadi suatu peristiwa yang menjadi penggerak menjadi proses
demokratisasi sehingga menjadi salah satu faktor yang kemudian faktor lain
adalah dari eksternal yakni dari pengaruh dunia internasional. Hal itu relevan
dengan apa yang dikatakan oleh Guillermo O’Donnell dan kawan-kawan yang juga
pada saat itu mengamati tentang jalannya proses tahapan demokrasi yang ada di
kawasan Amerika Latin dan Eropa Selatan. Mengutip dari tulisan Alkatiri, Zeffry
(2007) yang menjelaskan Transisi Demokrasi yang juga mengutip bukunya Guilermo
dengan judul Transisi Menuju Demokrassi: Tinjauan dari Berbagai Perspektif
(1993). Dalam analisisnya mengemukakan bahwa faktor yang menjadikan negara
mengarah pada tahapan proses demokratisasi adalah ada 2 faktor yaitu faktor
internal dan eksternal yang kemudian diklasifikasikan menjadi 2 faktor primer
dan sekunder dengan penjabaran bahwa faktor primer negara menuju proses
demokratisasi adalah dari dalam negaranya yang berperan penting dalam proses
demokratisasi, sedangkan faktor sekunder dianggap dari pengaruh luar negeri
dimana pengaruhnya yang dapat menimbulkan titik balik proses demokratisasi disuatu negara tersebut.
Meskipun pada gelombang demokrasi selanjutnya pendapat O’Donnell dianggap tidak
relevan karena faktor utama demokratisasi ternyata adalah pengaruh dari luar
negeri tapi tetap saja polanya yaitu dua faktor penentu yaitu faktor dalam
negeri dan faktor pengaruh luar negeri. Faktor dalam negeri ini bisa berupa
perlawanannya dan sudah adanya kebosanan dari rakyatnya untuk melepaskan diri
dari rezim yang otoriter, dan sudah tidak percaya lagi dengan pemimpinnya.
Dari faktor
tersebut jika ditarik pada salah satu contoh kasus negara yang telah mengalami
tahap proses demokratisasi dengan tiga tahapan yaitu jatuhnya rezim otoriter,
transisi demokrasi dan konsolidasi demokrasi ada pada negara Indonesia salah
satunya. Melihat sejarah proses terbentuknya demokrasi Indonesia memang dimulai
dari orde baru yang ditandai dengan runtuhnya rezim otoriter yang saat itu
kursi kekuasaan diduduki oleh Presiden Soeharto yang menjabat 32 tahun lamanya.
Selama memimpin Soeharto memiliki sistem demokrasi pancasila, selain itu hal
yang paling membuat kesan Soeharto menjadi penguasa yang otoriter ini dengan
adanya kebijakan dwifungsi ABRI dengan militer juga masuk dunia politik. Selain
itu pada saat Soeharto berkuasa, kebebasan media dan kebebasan berpendapat
serta organiasasi dibatasi dan diawasi. Dari peristiwa-peristiwa tersebut
membuat masyarakat Indonesia yang diinisasi oleh para Mahasiswa saat itu
ditahun 1998 melawan untuk menurunkan rezim yang otoriter saat itu, bahkan
pengorbanan yang dikeluarkan tidak hanya keringat dan pemikiran tetapi sampai
pengorbanan dalam bentuk nyawa, hal ini juga disampaikan oleh Setyawan, yaitu “Tak
sedikit ‘ongkos’ yang harus dibayar ketika menumbangkan Presiden RI kedua
Soeharto di bawah rezim
orde baru. Rezim yang telah
bertahan hampir 32 tahun. Bahkan, para aktivis saat itu harus membayar
perjuangannya dengan nyawa dan dipaksa untuk “dihilangkan’ oleh penguasa.” (Setyawan
F, 2015) Perjuangan para rakyat dan mahasiswa Indonesia saat itu tidak sia-sia,
dengan perjuangan itu diakhir dengan mundurnya Presiden Soeharto yang telah
menjabat 32 tahun. Kemudian setelah jatuhnya rezim otoriter jatuh, Indonesia
memiliki pemerintahan yang baru dan memiliki legitimasi baru yang dipercaya dan
dianggap kuat. Meskipun pada tahap ini adalah menjadi titik rawan karena proses
transisi yang masih bergejolak dan tidak mengarah pada perubahan akan
menimbulkan kekacauan kembali bahkan bisa saja menimbulkan anggapan
pemerintahan yang baru tidaklah lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. Terlepas
dari hal tersebut Indonesia berhasil melalui proses transisi demokrasi, dengan
ditandai adanya pemilihan Presiden dengan berturut yang menjadi presiden pada
masa ini adalah Presiden Abdurrahman Wachid atau biasa disebut Gus Dur dan Presiden
Megawati yang juga menjadi presiden perempuan pertama di Indonesia. Pada pemerintahan
ditangan Gus Dur adalah titik
balik perubahan sistem-sistem dan aturan yang mengarah
pada demokrasi yang lebih baik dengan perbaikan-perbaikan pada sistem yang ada
dan aturan yang tidak mengarah pada otoriter serta lebih demokratis. Setelah tahap
ini Indonesia pada tahun 2004 Indonesia melalui tahap konsolidasi demokrasi
dengan ditandai pemilihan umum yang pertama secara langsung oleh rakyat. Dengan
melalui tahap pemilihan umum secara langsung ini menandakan bahwa Indonesia
telah masuk pada tahap konsolidasi demokrasi. Presiden yang terpilih saat itu
adalah Susilo Bambang Yudhoyono, selain itu pada tahap ini telah membuat sistem
multipartai dengan pemilu yang diikuti oleh partai dengan jumlah yang banyak
sehingga Indonesia dianggap berhasil pada tahapan konsolidasi demokrasi.
5. Demokrasi
yang telah ada di dunia saat ini telah diklasifikasikan dengan adanya tingkatan
demokrasi yang telah terwujud dari setiap gelombang. Gelombang demokrasi dibuat
pada tahun 1990-an dari pemikiran tokoh terkenal yaitu Samuel Huntington.
Tepatnya pada tahun 1991 Samuel Huntington menerbitkan buku yang menjelaskan
proses-proses transisi demokrasi yang terjadi sepanjang sejarah negara modern
dengan mengamil studi kasus 35 negara dalam gelombang demokratisasi ketiga,
buku tersebut berjudul “The Third Wave
Democratization in the Late Twentieth Century”. Dari isi buku tersebut yang
berisi tentang gelombang demokrasi membuat pemikirannya tentang jalannya
demokrasi di dunia ini menjadi semakin mudah dibaca dengan pembagian gelombang
demokrasi, selain itu Samuel Huntington juga menyebutkan bahwa demokrasi yang
berkembang saat ini mulanya muncul pada suatu tempat yang kemudian merambat
perlahan-lahan ke seluruh dunia yang melalui proses gelombang demokratisasi.
Gelombang demokratisasi merupakan transisi dari rezim non-demokratik menuju
rezim demokrasi yang terjadi pada periode tertentu dalam sejarah perkembangan
demokrasi. gelombang demokrasi tersebut telah dibagi tiga oleh Huntington
dengan rincian sebagai berikut (Rendy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho D, 2009):
1. Gelombang panjang demokratisasi pertama
(1828-1926) ditandai dengan adanya revolusi Prancis dan Revolusi Amerika.
Gelombang balik pertama (1922-1942) ditandai dengan
tumbuhnya negara-negara fasis di Italia dan Jerman, yang kemudian memicu adanya
kudeta militer di Portugal (1926), Brasil dan Argentina (1930), otoritarianisme
di Uruguay (1933), kemudian juga adanya peristiwa kudeta dan perang saudara di
Spanyol (1936)
2. Gelombang demokratisasi kedua (1943-1962) ditandai
dengan adanya pendudukan oleh tentara sekutu pada masa Perang Dunia II dan
setelahnya masa Perang Dunia II.
Gelombang Balik Kedua (1958-1975) adanya peristiwa
naiknya rezim otoritarian di Amerika Latin, Asia, Eropa, dan Afrika.
3. Gelombang demokratisasi ketiga (1974-saat ini)
gelombang demokratisasi ini ditandai dengan dengan meninggalnya Jendral Fanco
di Spanyol yang mengakhiri rezim militer yang dikenal otoriter di Eropa Tengah
pada tahun 1975, ketika Raja Juan Carlos yang mendapat bantuan dari Perdana
Menteri Adolfo Suarez mendapatkan restu dari parlemen dan rakyat untuk membuat
susunan konstitusi baru yang demokratis, dan terjadinya sekelompok perwira
militer muda di Portugal mekukan kudeta pada Marccello Caetano.
Gelombang
demokrasi yang telah dibentuk oleh Samuel Huntington membuat semakin sederhana
untuk mempelajari bagaimana proses demokrasi yang terjadi di dunia dengan
proses demokratisasi apa yang memicu terwujudnya demokrasi. Memang dalam
argumennya Samuel Huntington menyebutkan bahwa ada 3 juga bagaimana proses
demokratisasi berjalan yang akan membuat terwujudnya negara yang demokrasi
yaitu (Shofan Hakim, 2015):
1. Runtuhnya rezim otoriter
2. Rezim demokratis yang sengaja dibangun
3. Konsolidasi demokrasi
Demokrasi
dan demokratisasi yang telah terjadi dan sudah digolongkan oleh Samuel
Huntington tidak terlepas dari kritik. Kritik yang tertuju pada pembedaan
gelombang demokrasi tersebut yang merupakan bagian dari pemikiran Samuel
Huntington. Seperti salah satu tokoh yaitu Reiter (2001) mengkritik bahwa
Huntington tidak melihat titik bagaimana konflik yang terjadi semakin meningkat
yang ada pada rezim otoriter dan untuk menggapai demokrasi, negara tidak bisa
terlepas dari penggunaan kekerasan yang menjadi salah satu pendekatan politik
yang berarti upaya tersebut tidak sesuai dengan konsep demokrasi. Hal itulah
yang menjadi suatu garis bawah yang dikritik oleh Reiter dalam pembagian
gelombang demokrasi.
6. Demokrasi
yang berjalan saat ini di dunia memang mempunyai beberapa macam dan karakteristiknya,
bahkan demokrasi mempunyai pandangan yang normatif sampai ke pandangan yang
realistis dengan klasifikasi yang telah dibuat. Memang, secara normatif
demokrasi merupakan wujud dari kehendak rakyat yang kemudian mencapai tujuan
kebaikan bersama. Sebagai wujud harapan untuk kebaikan bersama, demokrasi ini
dijabarkan dalam demokrasi substantif, demokrasi ini umumnya bersifat normatif,
rasionalistik, utopis, dan idealistik. Demokrasi substantif ini menggambarkan
bahwa apa yang seharusnya terjadi sehingga terkadang pada realitanya berbeda
atau senyatanya tidak seperti yang seharusnya. Hal ini dapat digambarkan
seperti, demokrasi seharusnya bisa dirasakan oleh rakyat kecil dengan ikut
serta dalam partisipasi politik dengan maju sebagai calon legislatif, namun
kenyataannya saat ini jika melihat suatu peristiwa di Indonesia itu adalah hal
yang normatif bahkan utopis yang susah didapat atau dilaksanakan karena
kenyataan yang terjadi seseorang yang ingin maju sebagai calon legislatif
haruslah memiliki modal, tentu saja modal bukan hanya sekedar uang. Sehingga
dari contoh kasus yang terjadi tersebut telah jelas bahwa demokrasi substansial
yang seharusnya dirasakan dan dinikmati oleh semua kalangan dengan tujuan untuk
kebaikan bersama dalam suatu negara susah dijalankan karena secara fakta yang
terjadi tidak demikian, itulah yang membuat demokrasi substantif dianggap hal
yang begitu normatif karena partisipasi dan kompetisi politik yang tidak bisa
dirasakan oleh rakyat sipil bahkan rakyat kecil.
Demokrasi
memang tidak hanya sekedar memberikan sebuah pandangan tentang normatifnya
saja, demokrasi yang telah memiliki ciri-ciri faktor yang tertuang selanjutnya
adalah demokrasi prosedural atau demokrasi minimal-elektoral. Demokrasi ini
dianggap sebagai demokrasi minimalis, demokrasi ini mempunyai dua tahap dimana
demokrasi prosedural dapat terwujud menurut Dahl yaitu dengan ditandai
masyarakat yang bisa merasakan kompetisi dan partisipasi politik. Robert Dahl
memang menjelaskan bahwa demokrasi memiliki 2 dimensi yang dapat dijalankan
yang menjadi ciri demokrasi prosedural yang menjadi konsep demokrasi minimalis.
Dahl menjelaskan kembali demokrasi apakah berjalan dengan baik dapat dilihat
dari ukuran minimal yakni: 1. Seberapa tinggi tingkat kontestasi, kompetisi
atau oposisi yang memungkinkan (Liberalisasi). 2. Berapa banyak peluang
warganegara mendapatkan kesempatannya dalam berpartisipasi pada kompetisi
politik (inclusiveness). Selain itu
Robert Dahl juga memberikan tujuh indikator dari sistem yang dianggap
demokratis yaitu: 1. Kontrol pada pembuat kebijakan yang dilakukan oleh pejabat
publik terpilih; 2. Pemilihan pejabat dilakukan dengan penyelenggaraan pemilu
yang teratur, fair, dan bebas; 3. Setiap warga negara memiliki hak suara untuk
memilih dalam pemilu; 4. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
dipilih dalam pemilu; 5. Mendapatkan jaminan bebas politik dan kebebasan dasar;
6. Saluran informasi yang jujur tidak dimonopoli oleh pemerintah atau suatu
kelompok; 7. Dijaminnya kebebasan dalam membentuk dan ikut dalam organisasi,
partai politik, dan kelompok kepentingan (Elisa, n.d).
Daftar Referensi
Alkatiri, Z., 2007. Perdebatan
Teori Transisi Demokrasi. Wacana, 1(1), pp.32-50.
Elisaa, n.d. Teori
Politik dan Ideologi Demokrasi. [Online] Universitas Gadjah Mada Tersedia
di: http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/32057/1eca8113b2304776be65f882f93e9009.
[Diakses: 1 Oktober 2017].
Hakim, Shofan., 2010. Mendemokratiskan Demokrasi? Tanggapan
terhadap Tanggapan Tesis Huntington tentang Gelombang Demokrasi Ketiga. [online]
Tersedia di: https://www.kompasiana.com/shofan/mendemokratiskan-demokrasi-tanggapan-terhadap-tanggapan-terhadap-tesis-huntington-tentang-gelombang-demokratisasi-ketiga_55001442a333111d7250fad4
(Diakses 1 Oktober 2017).
Huntington, S.P., 1991. Democracy's
Third Wave. Journal of Democracy, 2(2), pp.12-34.
Setyawan, Feri. A., 2015.
Melawan Rezim Orde Baru, Harus Siap “Dihilangkan”.
[online] Tersedia di: https://news.okezone.com/read/2015/05/20/337/1152840/melawan-rezim-orde-baru-harus-siap-untuk-dihilangkan
(Diakses 3 Oktober 2017)
Reieter, D., 2001. Does
Peace Nurture Democracy? The Journal of Politics, 63(3), pp.935-48.
Wrihatnolo, Rendy. R., and Nugroho, Riant. 2009. Demokrasi Bagi Negara-Negara Berkembang.
[online] Tersedia di:
https://www.bappenas.go.id/files/3213/5028/6740/02mustopadidjaja__20091014125643__2248__0.pdf
(Diakses: 1 Oktober 2017).
Comments
Post a Comment